Makalah Sejarah Hukum Acara Perdata
Thursday, February 7, 2019
Add Comment
BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Hukum materil, baik yang tertulis
sebagaimana tertuang dalam peraturan perundang-undangan atau bersifat tidak
tertulis, merupakan pedoman bagi setiap warga masyarakat bagaimana mereka
berbuat atau tidak berbuat didalam masyarakat.
Adanya hukum bukan hanya untuk
dibaca dan dipelajari saja, melainkan untuk dilaksanakan dan ditaati.
Pelaksanaan hukum perdata materil umumnya diserahkan pada individu-individu
karena memang hukum perdata hanya mengatur hubungan antar individu, akan tetapi
ketika dalam perjalanannya tentu saja ada saja bentuk pelanggaran hukum yang
dapat merugikan salah satu pihak maka dari itu hukum perdata materil harus
dipertahankan yaitu dengan melalui suatu proses persidangan maka dari itu
adanya hukum acara perdata atau hukum formil adalah suatu keniscayaan.
1. Bagaimana definisi hukum acara perdata?
2. Bagaimana sejarah hukum acara perdata di Indonesia?
3. Apa saja yang menjadi sumber hukum acara perdata?
1. Mengetahui definisi hukum acara perdata.
2. Mengetahui sejarah hukum acara perdata di Indonesia
3. Mengetahui apa saja yang menjadi sumber hukum acara perdata.
Untuk
melaksanakan hukum perdata materiel terutama dalam hal adanya suatu pelanggaran
atau ntuk mempertahankan keberlangsungan hukum perdata materiel, dalam hal ada
tuntutan hak diperlukan serangkaian peraturan-peraturan hukum laindisamping
hukum perdata materiel itu sendiri. Peraturan inilah yang disebut dengan hukum
perdata formil atau hukum acara perdata,
Hukum
acara perdata dapat diartikan sebagai berikut:
“Hukum acara perdata ialah peraturan
hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata
materiel dengan perantara hakim (pengadilan).”
Adapun
pengertian hukum acara perdata menurut beberapa ahli ialah:
·
R.Subekti, Hukum acara itu mengabdi kepada hokum
materiil, maka dengan sendirinya setiap perkembangan dalam hokum materiil itu
sebaiknya selalu diikuti dengan penyesuaian hokum acaranya.
·
Abdul Kadir Muhammad,
Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur proses penyelesaian
perkara perdata melalui pengadilan ( hakim) sejak diajukan gugatan sampai
dengan putusan hakim.
·
Wirjono Prodjodikoro,
“Hukum acara perdata sebagai rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara
bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara
bagaimana pengadilan harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan
berjalanya peraturan-peraturan hokum perdata”
·
Sudikno Mertokusumo, Hukum acara
perdata merupakan peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin
ditaatinya hukum perdata materil dengan perantaraan hakim atau peraturan hokum
yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hokum perdata materil.
Kongkretnya: Hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta
memutusnya dan pelaksanaan dari pada putusannya.
·
MH.Tirtaamidjaja, Hukum
acara perdata ialah suatu akibat yang timbul dari hukum perdata materiil.
Dari beberapa pengertian diatas dapat kita tarik sebuah kesimpulan
bahwa hukum acara perdata adalah suatu peraturan hukum yang mengatur tentang
bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, menerima serta memutus dan
pelaksanaan daripada putusannya.
Berbicara
mengenai sejarah hukum acara perdata, maka ada dua hal yang akan diuraikan
yaitu tentang sejarah ketentuan peundang-undangan yang mengatur hukum acara di
peradilan dan sejarah lembaga peradilan di Indonesia.
Sebagaimana
diketahui bahwa ketentuan yang mengatur tentang hukum acara di lingkungan
peradilan umum adalah Herziene Indonesisch Reglement (HIR). HIR ini mengatur
tentang acara di bidang perdata dan bidang pidana. Dengan berlakunya UU No.8
Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka pasal-pasal yang mengatur hukum acara
pidana dalam HIR dinyatakan tidak berlaku lagi.
Nama
semula dari HIR adalah Inlandsch Reglement (IR), yang berarti reglemen
Bumiputera. Perancang IR itu adalah Mr.
HL. Wichers, waktu itu presiden dari Hoogerechtshof, yaitu badan pengadilan
tertinggi di Indonesia di zaman kolonial Belanda. Dengan surat keputusan
Gubernur Jendral Rochussen tertanggal 5 Desember 1846 No. 3, Mr. Wichers
tersebut diberi tugas untuk merancang sebuah reglement (peraturan) tentang
“administrasi polisi dan proses perdata serta proses pidana” bagi golongan
bumiputera. Dengan uraian yang panjang itu dimaksudkan: hukum acara perdata dan
pidana. Dalam waktu relative singkat, yaitu belum sampai satu tahun, Mr.
Wichers berhasil mengajukan sebuah rencana pengaturan acara perdata dan pidana,
yang terdiri atas 432 pasal.
Reglement
Indonesia atau IR ditetapkan dengan Keputusan Pemerintah, tanggal 5 April 1848,
Staatsblad 1848 No.16 dengan sebutan Reglement op de uitoefening van de
politie, de burgerlijke rechtpleging en de strafvordering onder de Indonesiers
de vreemde Oosterlingen op Java en Madura atau lazim disebut HIR. Disingkat IR
dan mulai berlaku tanggal 1 Mei 1848.
Pembaruan
IR menjadi HIR dalam tahun 1941 (staatblad 1941) ternyata tidak membawa
perubahan suatu apapun pada hukum acara perdata di muka pengadilan negeri.
Adapun yang dinamakan pembaruan pada IR itu sebetulnya hanya terjadi dalam
bidang pidana saja, sedangkan dalam hukum acara perdata tidak ada perubahan.
Terutama pembaruan itu mengenai pembentukan aparatur kejaksaan atau penuntut
umum (Openbare Ninisteries) yang berdiri sendiri dan langsung berada dibawah
pimpinan Procureur General, sebab dalam IR apa yang dinamakan jaksa itu pada
hakikatnya tidak lain dan tidak lebih dari pada seorang bawahan dari asisten
residen, yang adalah seorang pejabat pamongraja. Jadi jaksa waktu itu adalah
lain sekali dari pada penuntut umum bagi
golongan Eropa yang betul-betul merupakan suatu aparatur Negara yang merdeka
yang terdiri atas Officieren vas justice yang semuanya adalah sarjana hukum.
Keberadaan itu oleh Pemerintah Hindia Belanda sudah lama dirasakan sebagai
suatu penghinaan bagi golongan penduduk asli, maka sewaktu timbul kegoncangan
dikawasan Samudera Pasifik dengan pecahnya Perang Belanda memberikan hadiah
berupa kejaksaan (Openbare Ninisteries) yang berdiri sendiri (zelfstanding).
Dengan dimulai dikota-kota besar seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya secara berangsur-angsur didirikan Parket van
de Officer van justice bij de landraad tahun 1941 ( R Subekti 1982:3-4) .
Pada
zaman Hindia Beanda sesuai dengan dualisme hukum, maka pengadilan dibagi atas
peradilan gubernemen dan peradilan pribumi. Peradilan Gubernemen di Jawa dan
Madura di satu pihak dan di luar jawa di lain pihak. Dibedakan peradilan untuk
golongan Eropa dan untuk Bumiputera. Pada umumnya peradilan gubernemen untuk
golongan Eropa pada tingkat pertama ialah Raad van Justitie sedangkan untuk
golongan Bumiputera ialah Landraad. Kemudian Ran van Justitie ini juga menjadi
peradilan banding untuk golongan pribumi yang diputus oleh Landraad. Hakim-kaim
pada kedua macam peradilan tersebut tidak tentu. Banyak orang Eropa (Belanda)
menjadi hakim Landraad. Dan adapula orang Bumiputera di Jawa menjadi hakim
pengadilan keresidenan yang yurisdiksinya untuk orang Eropa.
Orang
Timur dipecah dalam urusan peradilan ini.Dalam perkara perdata, orang Cina
tunduk pada system peradilan Eropa sedangkan dalam perkara pidana tunduk kepada
peradilan Bumiputera. Orang Timur asing lain, baik dalam perkara perdata maupun
dalam perkara pidana tunduk kepada peradilan Bumiputera. Pada puncaknya,
peradilan Hindia Belanda ada Hoogerechtscof itu ada procureur general (semacam
Jaksa Agung). Sebagaimana telah disebutkan di muka, bentuk peradilan gubernemen
itu bervariasi, maka berbeda antara susunan pengadilan gubernemen di
Jawa-Madura di satu pihak dan luar Jawa-Madura di lain pihak. Susunan
pengadilan di Jawa-Madura diatur dalam RO yang mulai berlaku 1Mei 1848, sedangkan
susunan pengadilan di luar Jawa dan Madura diatur dalam Rechtsreglement
Buitengewesten, mulai berlaku 1 Juli 1927.
Pada
masa pendudukan Jepang pada umumnya tidak terjadi perubahan system peradilan,
kecuali hapusnya perbedaan golongan penduduk, dan oleh karena itu hapuslah Raad
van Justitie sebagai peradilan Golongan Eropa. Hal ini diatur dalam Usama Serei
No.1 Tahun 1942.
Sesudah
proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 keadaan tersebut dipertahankan dengan Pasal
II Aturan Peralihan UUD 1945 berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945 yang berbunyi
“Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
Dalam
UUD 1945, dasar peradilan terdapat dalam Pasal 24. Sebagai perwujudan Pasal 24
UUD 1945, dibuatlah UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan:
·
Peradilan umum
·
Peradilan Agama
·
Peradilan Militer
Sumber-sumber
hukum acara perdata tersebar dalam berbagai ketentuan peraturan
perundang-undangan dan yurisprudensi yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
HIR (Het Herziene Indonesisch
Reglement) atau Reglement Indonesia, S. 1848 No. 16 jo. S. 1941 No.
44. Peraturan ini khusus untuk daerah Jawa dan Madura.
2.
RBg. (Rechtsreglement
Buitengewesten) atau Reglement Daerah Seberang, S. 1927 No. 227. Peraturan
ini untuk daerah luar Jawa dan Madura.
3.
Rv. (Reglement op de Burgerlijke
Rechtsvordering) S. 1847 No 52 jo. S. 1849 No. 63. Peraturan ini sebenarnya
berlaku untuk peradilan Raad van Justite yang dikhususkan bagi golongan Eropa,
sehingga saat ini sebenarnya sudah tidak berlaku lagi, namun dalam beberapa hal
tetap dijadikan pedoman dalam praktik apabila ketentuan dalam HIR/RBg. tidak
memberikan pengaturan.
4.
B.W. (Burgerlijk Wetboek)
buku IV tentang pembuktian dan daluarsa.
5.
UU No. 20 Tahun 1947 tentang banding
untuk Daerah Jawa dan Madura.
6.
UU No. 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman.
7.
UU No. 3 Tahun 2009 jo. UU No. 5
Tahun 2004 jo. UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
8.
UU No. 8 Tahun 2004 jo. UU No. 2
Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
9.
Yurisprudensi-yurisprudensi tentang
Hukum Acara Perdata.
10.
Doktrin-doktrin yang dikemukakan
oleh para sarjana.
hukum acara perdata
adalah suatu peraturan hukum yang mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan
tuntutan hak, menerima serta memutus dan pelaksanaan daripada putusannya.
Sebagaimana diketahui bahwa
ketentuan yang mengatur tentang hukum acara di lingkungan peradilan umum adalah
Herziene Indonesisch Reglement (HIR). HIR ini mengatur tentang acara di bidang
perdata dan bidang pidana. Dengan berlakunya UU No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka
pasal-pasal yang mengatur hukum acara pidana dalam HIR dinyatakan tidak berlaku
lagi. Sesudah proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 keadaan tersebut dipertahankan
dengan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945
yang berbunyi “Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
Sebagai makhluk social
kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan hak yang kita miliki.
Disamping itu kita juga harus bias menghormati dan menjaga hak orang lain
karena hak kita dibatasi oleh hak orang lain. Dan jangan sampai pula hak kita dilanggar oleh orang lain.
Sugeng, Bambang dan Sujayadi, “Pengantar
Hukum Acara Perdata & Contoh Dokumen Litigasi”, Jakarta: Kencana, 2012.
Moh. Taufik Makarso. “Pokok-pokok
Hukum Acara Perdata”. Jakarta:PT Asdi Mahasatya. 2004.
Di dwonload Pada Tanggal 28 September 2018 Pukul 08.00 WIB
0 Response to "Makalah Sejarah Hukum Acara Perdata"
Post a Comment