Fiqih Ibadah
Friday, February 15, 2019
Add Comment
1.
Jelaskan
pengertian Thaharah menurut Ulama Fiqih!
Jawab:
Thaharah
berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi
An- Nadhzafah artinya kebersihan atau bersuci.
Thaharah menurut syariat Islam ialah suatu kegiatan bersuci dari hadas maupun
najis sehingga seseorang dibolehkan untuk mengerjakan suatu ibadah yang
dituntut harus dalam keadaan suci seperti sholat. Kegiatan bersuci dari najis
meliputi sucinya badan, pakaian dan tempat. Sedangkan bersuci dari hadas dapat
dilakukan dengan cara berwudhu, mandi dan tayamum.
Thaharah
dalam istilah para ahli fiqih yaitu
suatu perbuatan yang menentukan boleh tidaknya ibadah itu dilaksanakan
(sah atau batal). Sedangkan menurut Imam Nawawi berarti mencuci anggota tubuh
tertentu dengan cara tertentu. Dan mengangkat hadas serta menghilangkan najis.
2.
Jelaskan
4 macam pembagian air dalam fiqih, sertakan dengan dalil-dalil dalm Al Quran
dan Hadist!
Jawab: A. Air Mutlak
Adalah air suci lagi mensucikan,
artinya air tersebut suci karena dzatnya dan mensucikan benda lainnya. Yang
tergolong air mutlak adalah, air hujan, salju, es, embun, air sumur, mata air,
telaga danau dan air laut
.
·
QS. Al Anfal ayat 11
“Dan diturunkan
kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu”
·
Berdasarkan hadits Ali
Bin Abi Thalib
“Sesungguhnya Rasulullah SAW meminta seember
air zam-zam penuh lalu ia meminumnya dan menggunakan untuk wudhu” (HR.Ahmad)
“Laut itu suci
airnya dan halal bangkainya” (HR. Al Khamsah).
B. Air Musta’mal (Air
yang pernah digunakan)
Adalah
air suci bekas dipakai untuk bersuci seperti berwudhu atau mandi. Air musta’mal
disini maksudnya bukanlah air yang sengaja ditampung dari bekas mandi atau
wudhu, tetapi adalah percikan air wudhu atau air mandi yang bercampur dengan air didalam bejana. Hukum
air semacam ini adalah suci dan dapat dipergunakan untuk bersuci sebagaimana
air mutlak. Selama masih ada air mutlak sebaiknya tidak menggunakan air
masta’mal untuk bersuci walau pada dasarnya air mustamal ini masih dapat
dipakai untuk berwudhu dan bersuci.
Rubayyi’
binti Mu’awwidz ketika menjelaskan tata cara wudhu Rasulullah SAW, ia berkata “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasaalam
mengusap kepalanya dengan sisa air wudhu yang terdapat pada kedua tangannya.
(HR. Ahmad dan Abu Daud).
Secara
umum, benda suci apabila menyentuh benda suci yang lain hal yang demikian tidak
menimbulkan pengaruh apapun apalagi sampai menghilangkan kesuciannya.
Ibnu
Mundzir berkata “Diriwayatkan dari Hasan, Ali, Ibnu Umar, Abu Umamah, Atha,
Makhul dan Nakha’i bahwa mereka berpendapat mengenai seseorang yang lupa
mengusap kepalanya lalu menemukan sisa air yang masih melekat pada jenggotnya.
Menurut mereka seseorang boleh mengusap kepalanya dengan air tersebut hal ini
menunjukan bahwa air mus’tamal tetap suci dan bisa mensucikan”
Imam Syafi’i dan Imam Maliki sendiri
mengatakan bahwa air mustamal boleh untuk bersuci. Makruh menggunakan air
musta’mal untuk bersuci itu maksudnya, lebih baik tidak memakainya tapi jika
mau memakainya tidak berdosa (boleh).
C.
Air Najis
Yaitu
air suci yang terkena benda najis, sehingga bau, warna dan rasanya berubah. Hal
ini berdasarkan hadits Abu Umayah Al-Bahily bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Air itu suci lagi mensucikan, kecuali jika berubah
baunya atau rasanya atau warnanya, karena terkena najis” (HR. Baihaqi).
Air
najis tidak sah untuk bersuci dan haram untuk diminum.
D.
Air suci yang mensucikan tetapi makruh untuk dipakai bersuci, karena berbagai
sebab hal ini seperti air bekas jemuran.
“Siapa saja yang mandi air jemuran lalu terkena penyakit, maka
janganlah ia memaki kecusli kepada dirinya sendiri”. (Kifayatul Akhyar).
3.
Jelaskan
status berikut ini!
a.
Muntahan
Manusia
Hadits
yang menyebutkan bahwa muntah itu najis adalah:
“Wahai Ammar
sesungguhnya pakaian itu dicuci oleh sebab salah satu dari 5 hal: kotoran, air
kencing, muntah, darah dan mani”. (HR. Ad-Daruquthny)
Menurut
Asy-syafi’iyah dan Al-Hanbilah mengatakan bahwa muntah,air kencing dan kotoran
manusia adalah benda-benda najis.
b.
Darah
Yaitu
semua jenis darah baik itu yang dialirkan seperti dari penyembelihan, maupun
yang dialirkan seperti darah haid kecuali darah manusia karena perang (syahid),
darah kucing, ikan dan darah yang tersisa dari urat-urat hewan setelah
disembelih yang tidak mengalir
“Diharamkan bagimu
memakan bangkai darah, daging babi daging hewan yang disembelih atas nama
selain Allah”. (QS. Al Maidah:3)
c.
Mani
Dasar
bahwa air mani itu najis adalah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Aisyah
radhiyallahuanha dimana beliau mencuci bekas sisa air mani Rasulullah SAW yang
telah mengering dipakai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam
“Aku mencuci bekas air
mani pada pakaian Rasulullah lalu beliau keluar untuk sholat meski pun masih
ada bekas pada bajunya”. (HR. Bukhiri dan Muslim).
d.
Khamar
/ alkohol
Khamar
adalah najis. Sebagian ahli hadits berpendapat bahwa barangnya sendiri tidaklah
najis, melainkan suci. Hal ini sama kedudukannya dengan candu, uang dari hasil
riba, alat-alat judi semua itu dilihat dari bendanya adalah suci. Sedang yang
haram adalah memakan, meminum dan memakainya.
“Hai orang-orang yang
beriman sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi
nasib dengan anak panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbutan-perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan”. (QS. Al Maidah:90).
4.
Jelaskan
perbedaan ulama dalam hukum meninggalkan sholat!
Jawab:
Para ulama bersepakat bahwa meninggalkan
sholat termasuk dosa besar yang lebih besar dari dosa lainnnya.
Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah
mengatakan “ Kaum muslimin bersepakat
meninggalkan sholat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling
besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, berzina, mencuri, merampas
harta orang lain dan meminum khamar. Orang yang meninggalkan sholat akan
mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapat kehinaan didunia dan di
akhirat” (Ash Sholah,hal 7).
Mengenai meninggalkan sholat karena
malas-malasan dan tetap meyakini sholat itu wajib, terdapat 3 pendapat di
antara para ulama.
Pendapat pertama, bahwa orang yang
meninggalkan sholat harus dibunuh atau darahnya halal untuk dibunuh karena dianggap
telah kafir dan murtad. Pendapat ini
adalah pendapat Imam Ahmad, Said bin
Jubair, ‘Amir Asy Syaib, Ibrahim An Nakho’i, Abu Amr, Al Auza’i, Ayyub As
Sakhiyani, ‘Abdullah bin Al Mubarok, Ishaq bin Rohuwyah,’Abdul Malik bin Habib.
Pendapat ulama Malikkiyah, ulama Syafi’iyah dan pendapat Umar Bin Al Khatab.
“Perbedaan
antara seorang muslim dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah meninggalkan
sholat”
Dari Buraidah bin Al-Husaib bahwa ia
pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Kita
dan mereka adalah sholat. Siapa saja yang meningglkan sholat maka ia adalah
kafir”
Firman Allah swt, “Apakaah yang memasukkan kamu kedalam Saqar
(neraka)?, mereka menjawab, “Kami dulu tidak termasuk orang-orang yang
mengerjakan sholat...” QS. Al Muddatstsir:42).
Pendapat kedua, bahwa orang yang
meninggalkan sholat dibunuh dengan had namun tidak dihukumi kafir. Inilah
pendapat Malik, Syafi’i dan salah satu pendapat Imam Ahmad.
Pendapat ketiga, bahwa orang yang
meningglakan sholat karena malas-malasan adalah fasiq (telah berbuat dosa
besar) dan dia harus dipenjara sampai dia mau menunaikan sholat. Inilah
pendapat Hanafiyyah. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 22/186-187).
5.
Jelaskan
tentang masalah menqodho sholat yang ditinggalkan!
Jawab:
Dari Annas bin Malik, Nabi Sholallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
“
Siapa saja lupa suatu sholat, maka
hendaknya dia melaksanakannya ketika dia ingat. Karena tidak ada tebusan
kecuali itu (HR. Al Bukhori No. 597 dan Muslim No. 1102)
Allah berfirman, “Dan tegakkanlah sholat untuk
mengingat-Ku” (QS.Thaha:14).
“Bahwa Umar bin AL Khaththab datang pada hari
Khandaq setelah matahari terbenam hingga ia mengumpat orang-orang kafir Quraisy,
ia berkata “Wahai Rasulullah, aku belum melaksanakan sholat Asyar hingga
matahari hampir terbenam!” Maka Nabi shallahu ‘alaihi wassalam bersabda “Demi
Allah aku pun belum melaksanakannya”. Kemudian kami berdiri menuju Bath-han,
beliau berwudhu dan kami pun ikut berwudhu, kemudian beliau melaksanakan sholat
Ashar setelah matahari terbenam dan setelah itu dilanjutkan sholat maghrib”
(HR. Al Bukhori No. 596).
Tatkala
orang yang sholat mengalami sesuatu yang membuat dia sibuk sehingga tidak bisa
mengerjakan sholat pada waktunya atau membuat dia lupa dari mengerjakan sholat
atau dia tertidut dari keluar waktunya sholat dan uzur-uzur syari lainnya yang
membuat dia tidak bisa mengerjakan sholat pada waktunya. Allah mensyariatkan
kepada mereka untuk mengqodho sholat yang ditinggalkan ketika uzurnya sudah
hilang dan sesegera mungkin untuk mengqodho sholat ketiak mengingat.
Jika
sholat yang ditinggalkan ada 2 atau lebih, maka hal yang perlu diperhatikan
adalah diwajibkan untuk mentartib atau mengurutkan sholat-sholat yang akan
diqadha.
Jika seseorang tertidur
dari waktu sholat dzuhur, ashar sampai bangun diwaktu maghrib, maka tidak
diperbolehkan baginya untuk mendahulukan mengqadha sholat ashar atau maghrib
terlebih dahulu. Tapi hendaknya ia sholat dzuhur terlebih dahulu kemudian
sholat ashra dan sholat maghrib. (HR. Abu Said Al khudri riwayat An nasai
(660).
0 Response to "Fiqih Ibadah"
Post a Comment