Fiqih Ibadah


1.    Jelaskan pengertian Thaharah menurut Ulama Fiqih!
Jawab: 
Thaharah berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi  An-   Nadhzafah artinya kebersihan atau bersuci. Thaharah menurut syariat Islam ialah suatu kegiatan bersuci dari hadas maupun najis sehingga seseorang dibolehkan untuk mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci seperti sholat. Kegiatan bersuci dari najis meliputi sucinya badan, pakaian dan tempat. Sedangkan bersuci dari hadas dapat dilakukan dengan cara berwudhu, mandi dan tayamum.


            Thaharah dalam istilah para ahli fiqih yaitu  suatu perbuatan yang menentukan boleh tidaknya ibadah itu dilaksanakan (sah atau batal). Sedangkan menurut Imam Nawawi berarti mencuci anggota tubuh tertentu dengan cara tertentu. Dan mengangkat hadas serta menghilangkan najis.

2.    Jelaskan 4 macam pembagian air dalam fiqih, sertakan dengan dalil-dalil dalm Al Quran dan Hadist!
Jawab: A. Air Mutlak
Adalah air suci lagi mensucikan, artinya air tersebut suci karena dzatnya dan mensucikan benda lainnya. Yang tergolong air mutlak adalah, air hujan, salju, es, embun, air sumur, mata air, telaga danau dan air laut


.
·        QS. Al Anfal ayat 11
“Dan diturunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu”
·        Berdasarkan hadits Ali Bin Abi Thalib
Sesungguhnya Rasulullah SAW meminta seember air zam-zam penuh lalu ia meminumnya dan menggunakan untuk wudhu” (HR.Ahmad)
“Laut itu suci airnya dan halal bangkainya” (HR. Al Khamsah).
B. Air Musta’mal (Air yang pernah digunakan)
Adalah air suci bekas dipakai untuk bersuci seperti berwudhu atau mandi. Air musta’mal disini maksudnya bukanlah air yang sengaja ditampung dari bekas mandi atau wudhu, tetapi adalah percikan air wudhu atau air mandi yang  bercampur dengan air didalam bejana. Hukum air semacam ini adalah suci dan dapat dipergunakan untuk bersuci sebagaimana air mutlak. Selama masih ada air mutlak sebaiknya tidak menggunakan air masta’mal untuk bersuci walau pada dasarnya air mustamal ini masih dapat dipakai untuk berwudhu dan bersuci.

Rubayyi’ binti Mu’awwidz ketika menjelaskan tata cara wudhu Rasulullah SAW, ia berkata “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasaalam mengusap kepalanya dengan sisa air wudhu yang terdapat pada kedua tangannya. (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Secara umum, benda suci apabila menyentuh benda suci yang lain hal yang demikian tidak menimbulkan pengaruh apapun apalagi sampai menghilangkan kesuciannya.
Ibnu Mundzir berkata “Diriwayatkan dari Hasan, Ali, Ibnu Umar, Abu Umamah, Atha, Makhul dan Nakha’i bahwa mereka berpendapat mengenai seseorang yang lupa mengusap kepalanya lalu menemukan sisa air yang masih melekat pada jenggotnya. Menurut mereka seseorang boleh mengusap kepalanya dengan air tersebut hal ini menunjukan bahwa air mus’tamal tetap suci dan bisa mensucikan”
Imam Syafi’i dan Imam Maliki sendiri mengatakan bahwa air mustamal boleh untuk bersuci. Makruh menggunakan air musta’mal untuk bersuci itu maksudnya, lebih baik tidak memakainya tapi jika mau memakainya tidak berdosa (boleh).
C. Air Najis
Yaitu air suci yang terkena benda najis, sehingga bau, warna dan rasanya berubah. Hal ini berdasarkan hadits Abu Umayah Al-Bahily bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Air itu suci lagi mensucikan, kecuali jika berubah baunya atau rasanya atau warnanya, karena terkena najis” (HR. Baihaqi).
Air najis tidak sah untuk bersuci dan haram untuk diminum.
                                                                                                                
D. Air suci yang mensucikan tetapi makruh untuk dipakai bersuci, karena berbagai sebab hal ini seperti air bekas jemuran.
     “Siapa saja yang mandi air jemuran lalu terkena penyakit, maka janganlah ia memaki kecusli kepada dirinya sendiri”. (Kifayatul Akhyar).

3.    Jelaskan status berikut ini!
a.      Muntahan Manusia
Hadits yang menyebutkan bahwa muntah itu najis adalah:
“Wahai Ammar sesungguhnya pakaian itu dicuci oleh sebab salah satu dari 5 hal: kotoran, air kencing, muntah, darah dan mani”. (HR. Ad-Daruquthny)
Menurut Asy-syafi’iyah dan Al-Hanbilah mengatakan bahwa muntah,air kencing dan kotoran manusia adalah benda-benda najis.


b.      Darah
Yaitu semua jenis darah baik itu yang dialirkan seperti dari penyembelihan, maupun yang dialirkan seperti darah haid kecuali darah manusia karena perang (syahid), darah kucing, ikan dan darah yang tersisa dari urat-urat hewan setelah disembelih yang tidak mengalir
“Diharamkan bagimu memakan bangkai darah, daging babi daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah”. (QS. Al Maidah:3)

c.       Mani
Dasar bahwa air mani itu najis adalah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahuanha dimana beliau mencuci bekas sisa air mani Rasulullah SAW yang telah mengering dipakai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam
“Aku mencuci bekas air mani pada pakaian Rasulullah lalu beliau keluar untuk sholat meski pun masih ada bekas pada bajunya”. (HR. Bukhiri dan Muslim).

d.      Khamar / alkohol
Khamar adalah najis. Sebagian ahli hadits berpendapat bahwa barangnya sendiri tidaklah najis, melainkan suci. Hal ini sama kedudukannya dengan candu, uang dari hasil riba, alat-alat judi semua itu dilihat dari bendanya adalah suci. Sedang yang haram adalah memakan, meminum dan memakainya.
“Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbutan-perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan”. (QS. Al Maidah:90).



4.    Jelaskan perbedaan ulama dalam hukum meninggalkan sholat!
Jawab: Para ulama  bersepakat bahwa meninggalkan sholat termasuk dosa besar yang lebih besar dari dosa lainnnya.
            Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah mengatakan “ Kaum muslimin bersepakat meninggalkan sholat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, berzina, mencuri, merampas harta orang lain dan meminum khamar. Orang yang meninggalkan sholat akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapat kehinaan didunia dan di akhirat” (Ash Sholah,hal 7).
            Mengenai meninggalkan sholat karena malas-malasan dan tetap meyakini sholat itu wajib, terdapat 3 pendapat di antara para ulama.
            Pendapat pertama, bahwa orang yang meninggalkan sholat harus dibunuh atau darahnya halal untuk dibunuh karena dianggap telah  kafir dan murtad. Pendapat ini adalah pendapat Imam Ahmad,  Said bin Jubair, ‘Amir Asy Syaib, Ibrahim An Nakho’i, Abu Amr, Al Auza’i, Ayyub As Sakhiyani, ‘Abdullah bin Al Mubarok, Ishaq bin Rohuwyah,’Abdul Malik bin Habib. Pendapat ulama Malikkiyah, ulama Syafi’iyah dan pendapat Umar Bin Al Khatab.
            “Perbedaan antara seorang muslim dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah meninggalkan sholat”
            Dari Buraidah bin Al-Husaib bahwa ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Kita dan mereka adalah sholat. Siapa saja yang meningglkan sholat maka ia adalah kafir”
            Firman Allah swt, “Apakaah yang memasukkan kamu kedalam Saqar (neraka)?, mereka menjawab, “Kami dulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan sholat...” QS. Al Muddatstsir:42).
            Pendapat kedua, bahwa orang yang meninggalkan sholat dibunuh dengan had namun tidak dihukumi kafir. Inilah pendapat Malik, Syafi’i dan salah satu pendapat Imam Ahmad.
            Pendapat ketiga, bahwa orang yang meningglakan sholat karena malas-malasan adalah fasiq (telah berbuat dosa besar) dan dia harus dipenjara sampai dia mau menunaikan sholat. Inilah pendapat Hanafiyyah. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 22/186-187).

5.    Jelaskan tentang masalah menqodho sholat yang ditinggalkan!
Jawab: Dari Annas bin Malik, Nabi Sholallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
Siapa saja lupa suatu sholat, maka hendaknya dia melaksanakannya ketika dia ingat. Karena tidak ada tebusan kecuali itu (HR. Al Bukhori No. 597 dan Muslim No. 1102)
 Allah berfirman, “Dan tegakkanlah sholat untuk mengingat-Ku” (QS.Thaha:14).

Bahwa Umar bin AL Khaththab datang pada hari Khandaq setelah matahari terbenam hingga ia mengumpat orang-orang kafir Quraisy, ia berkata “Wahai Rasulullah, aku belum melaksanakan sholat Asyar hingga matahari hampir terbenam!” Maka Nabi shallahu ‘alaihi wassalam bersabda “Demi Allah aku pun belum melaksanakannya”. Kemudian kami berdiri menuju Bath-han, beliau berwudhu dan kami pun ikut berwudhu, kemudian beliau melaksanakan sholat Ashar setelah matahari terbenam dan setelah itu dilanjutkan sholat maghrib” (HR. Al Bukhori No. 596).

Tatkala orang yang sholat mengalami sesuatu yang membuat dia sibuk sehingga tidak bisa mengerjakan sholat pada waktunya atau membuat dia lupa dari mengerjakan sholat atau dia tertidut dari keluar waktunya sholat dan uzur-uzur syari lainnya yang membuat dia tidak bisa mengerjakan sholat pada waktunya. Allah mensyariatkan kepada mereka untuk mengqodho sholat yang ditinggalkan ketika uzurnya sudah hilang dan sesegera mungkin untuk mengqodho sholat ketiak mengingat.

Jika sholat yang ditinggalkan ada 2 atau lebih, maka hal yang perlu diperhatikan adalah diwajibkan untuk mentartib atau mengurutkan sholat-sholat yang akan diqadha.
Jika seseorang tertidur dari waktu sholat dzuhur, ashar sampai bangun diwaktu maghrib, maka tidak diperbolehkan baginya untuk mendahulukan mengqadha sholat ashar atau maghrib terlebih dahulu. Tapi hendaknya ia sholat dzuhur terlebih dahulu kemudian sholat ashra dan sholat maghrib. (HR. Abu Said Al khudri riwayat An nasai (660).

0 Response to "Fiqih Ibadah"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel