ADMINISTRASI PERADILAN SEBAGAI FUNGSI PENGAWASAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pelaksanaan sistem peradilan saat ini belum dilaksanakan sebagaimana mestinya karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan, atau bahkan kurangnya ketulusan dari mereka yang terlibat dalam sistem peradilan, baik hakim, pengacara, maupun masyarakat pencari keadilan. Sebagai suatu sistem , kinerja peradilan sekarang ini berada pada titik nadir yang sangat ekstrim. Berbagai keluhan baik dari masyarakat dan para pencari keadilan seolah-olah sudah tidak dapat lagi menjadi media kontrol bagi lembaga tersebut untuk selanjutnya melakukan berbagai perbaikan yang signifikan, bagi terciptanya suatu sistem peradilan yang ideal, dan sesuai dengan harapan masyarakat.
Kriteria buruknya pelayanan lembaga peradilan dapat dilihat dan diukur juga dari pelayanannya yang dianggap oleh sebagian masyarakat sangat tidak optimal. Pelayanan yang tidak optimal tersebutdiantaranya adalah, lambatnya proses penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian terhadap suatu kasus, banyaknya persyaratan administratif yang harus ditempuh saat pendaftaran perkara di pengadilan, banyaknya pungutan di luar biaya administrasi resmi dan banyaknya perkara kasasi yang menumpuk di Mahkamah Agung.
Berdasarkan semua itu, maka sudah sewajarnya bila saat ini dibentuk suatu konsep pengawasan, baik berbentuk lembaga atau berupa sistem yang bertugas sebagai sarana kontrol bagi pelaksanaan sistem peradilan, khususnya sistem peradilan pidana terpadu yang ada sekarang. Dengan konsep dan metode pengawasan yang baik dan dapat dijalankan secara benar maka diharapkan dapat menghilangkan penyimpangan yang terjadi, setidak-tidaknya dapat menekan jumlah keluhan masyarakat atas kinerja penegak hukum. Sehingga diharapkan dapat terjadi pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Administrasi Peradilan ?
2.      Apa Saja Fungsi Lembaga Peradilan ?
3.      Bagaimana Administrasi Peradilan Menjalankan Fungsi Pengawasan ?



C.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk Mengetahui Tentang Pengertian Administrasi Peradilan.
2.      Untuk Mengetahui Tentang Fungsi Lembaga Peradilan.
3.      Untuk Mengetahui Tentang Administrasi Peradilan Sebagai Fungsi Pengawasan.


















BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN ADMINISTRASI PERADILAN
Administrasi adalah : “Suatu proses penyelenggaraan oleh seorang administratur secara teratur dan diatur guna melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan untuk mencapai tujuan pokok yang telah ditetapkan semula.”
Peradilan adalah : “Salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan mengenai perkara tertentu.”
Administrasi Peradilan adalah : “Suatu proses penyelenggaraan oleh aparatur Pengadilan secara teratur dan diatur guna melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan untuk mencapai tujuan pokok yang telah ditetapkan semula”.

1. Fungsi Mengadili
Fungsi peradilan yang pertama adalah sebagai pengadil atau sering disebut sebagai judical power. Dalam melakukan proses pengadilan, peradilan biasanya akan melakukan proses pemeriksaan sekaligus menindaklanjuti tindak perkara pidana sesuai dengan wewenang peradilan di tingkat banding pertama sekaligus terakhir.
2. Fungsi Pembinaan
Fungsi peradilan yang kedua adalah melakukan pembinaan, pengarahan serta memberikan petunjuk kepada anggota peradilan  dalam lingkup kerjanya. Pembinaan tersebut biasanya tentang teknik yustisial, administrasi umum, administrasi peradilan serta kepegawaian, perlengkapan dan pembangunan.
Pembinaan dilakukan agar proses peradilan berjalan dengan lancar sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya. Apabila dirasa terdapat suatu prosedur yang kurang praktis atau efisien, kemungkinannya akan dijadikan sebagai evaluasi agar kedepan menjadi lebih baik.

3. Fungsi Pengawasan
Peranan lembaga peradilan selanjutnya adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas serta tingkah laku hakim, sekretaris, panitera, panitera pengganti yang berada di daerah hukumnya masing-masing. Pengawasan terhadap jalan peradilan hukum dalam tingkat peradilan agar berjalan sewajarnya atau sesuai dengan aturan Undang-undang dan yang ditetapkan dalam UU No 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman. Adapun yang dimaksudkan pengawasan dalam UU No 4 tahun 2004 adalah proses pengawasan yang dilakukan oleh ketua pengadilan. Sedangkan pelaksanaan proses putusan pengadilan tindak perkara perdata pengawasannya dilakukan oleh panitera dan juru sitanya dipimpin langsung oleh ketua pengadilan.
4. Fungsi Nasihat
Peradilan juga memiliki fungsi sebagai penasihat. Orang yang berkedudukan sebagai penasihat disini bukanlah orang sembarangan, mereka adalah orang-orang yang memang sudah paham betul tentang peradilan dan memiliki wawasan yang luas.
5. Fungsi Pelayanan
Pelayanan yang dimaksudkan disini adalah pelayanan dalam berbagai bidang, misal bidang secara teknis yustisial, administrasi peradilan maupun umum dalam lingkup peradilan. Selain itu, peradilan  juga memiliki pelayanan terkait permohonan dari pihak yang mengajukan laporan seperti pembagian harga.
Fungsi yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu fungsi pengawasan, berkaitan dengan administrasi peradilan.




C. ADMINISTRASI PERADILAN SEBAGAI FUNGSI PENGAWASAN
Administrasi sama halnya dengan fungsi managemen dimana didalamnya terdapat aspek pengawasan. Sebelum membahas administrasi peradilan secara lebih jauh terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa pengertian penting tentang pengawasan.
Menurut Prof. DR. Prayudi Atmosudiro, pengawasan merupakan keseluruhan dari pada aktivitas atau tindakan (measures maatregelen) kita untuk menjamin atau membuat agar semua pelaksanaan dan penyelenggaraan (operation) berlangsung dan sesuai dengan apa yang telah direncanakan, diputuskan, dan komandokan.
Sedangkan Sondang P. Siregar mengidentifikasi pengawasan sebagai suatu proses pengamatan dari pelaksaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua kegiatan yang sedag dilaksanakan dapat berjalan sesuai rencana.
Pengawasan penting dan mutlak dilakukan untuk mengetahui apakah proses yang sedang berlangsung sudah sesuai dnegan rencana, dengan hasil akhir dan dari segi efisien. Dalam konteks ini dilakukan suatu perbandingan yang negatif antara pemasukan (input) dan pengeluaran (output). Maka negatif disini, karena sumber alat dan tenaga yang dilakukan harus lebih kecil dari hasil yang diperoleh, untuk melakukan pengawasan dapat digunakan berbagai pendekatan yang disebut dengan metode/teknis pengawasan.
Metode/teknis pengawasan tersebut adalah :
1)      Observasi Langsung
Metode ini adalah yang paling tepat karena dapat dilihat secara langsung kondisi obyektif yang terjadi dilapangan, melalui pengawasan ini dapat diperoleh data-data/ keterangan primer.
2) Statistik
Metode pengawasan dengan mengawasi kegiatan yang mendukung banyak rincian. Pengawasan yang mengandalkan angka-angka statistik perjalanan organisai dalam rentan waktu tertentu.

3) Laporan
Laporan ini bisa dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Macam-macam Pengawasan :
Pengawasan Internal adalah pengawasan dari dalam lingkungan peradilan sendiri yang mencakup 2 (dua) jenis pengawasan yaitu: Pengawasan Melekat dan Rutin/Reguler.
Pengawasan Melekat adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus, dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya secara preventif dan  represif, agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundang-­undangan yang berlaku.
Pengawasan Rutin/Reguler adalah pengawasan yang dilaksanakan Pengadilan secara rutin terhadap penyelenggaraan peradilan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Pengawasan Eksternal
Tingkat kepercayaan aparat penegak hukum terhadap sistem pengawasan yang berjalan di lembaganya sendiri (sistem pengawasan internal) tidak terlalu baik. Kelemahan lembaga pengawas internal tersebut disebabkan beberapa hal, yaitu tingginya esprit de corps, terbentuknya solidaritas berupa perlindungan profesi dan hukum tutup mulut bila itu menyangkut kelemahan/kesalahan sesama teman atau kelemahan organisasi.
Untuk mengimbangi kelemahan-lkelemahan dalam pengawasan internal, maka haruslah diberdayakan (empowerment) fungsi pengawasan eksternal sehingga dapat memperkuat dan mendorong fungsi pengawasan pada umumnya terhadap kinerja dan integritas masing-masing jajaran sebagai sub-sistem penyelenggaraan peradilan. Pengawasan eksternal dapat ditempuh melalui dua mekanisme, yaitu:
1.Mekanisme pengawasan yang bersifat horisontal antara sesama instansi penegak hukum atau sub-sistem dalam proses penegakan hukum.
2.Mekanisme pengawasan yang memberdayakan kontrol oleh masyarakat yang lebih didasarkan pada prinsip akuntabilitas publik.
Maksud Pengawasan :
1.   Memperoleh informasi apakah penyelenggaraan teknis peradilan, pengelolaan administrasi peradilan, dan pelaksanaan tugas umum peradilan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.   Memperoleh umpan balik bagi kebijaksanaan, perencanaan dan pelaksanaan tugas-tugas peradilan.
3.   Mencegah terjadinya penyimpangan, mal-administrasi, dan ketidakefisienan penyelenggaraan peradilan.
4.   Menilai kinerja.
Tujuan Pengawasan :
Pengawasan dilaksanakan untuk dapat mengetahui kenyataan yang ada sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pimpinan Pengadilan untuk menentukan kebijakan dan tindakan yang diperlukan menyangkut pelaksanaan tugas pengadilan, tingkah laku aparat pengadilan, dan kinerja pelayanan publik pada Pengadilan.
Fungsi Pengawasan :
1.      Menjaga agar pelaksanaan tugas lembaga peradilan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.      Mengendalikan agar administrasi peradilan dikelola secara tertib sebagaimana mestinya, dan aparat peradilan melaksanakan tugasnya dengan sebaik-­baiknya.
3.      Menjamin terwujudnya pelayanan publik yang baik bagi para pencari keadilan yang meliputi: kualitas putusan, waktu penyelesaian perkara yang cepat, dan biaya berperkara yang murah.
Berbicara tentang pengawasan, setidaknya terdapat tiga aspek yang perlu diperhatikan, pertama aspek pendekatan dalam pengawasan misalnya pendekatan preventif, detektif, dan represif. Kedua adalah aspek pihak pelaksana dalam pengawasan yang meliputi masyarakat dan lembaga formal (termasuk di dalam kelembagaannya antara lain aspek kedudukan, sumber daya manusia serta mekanisme kerja. Ketiga adalah obyeknya, pengawasan terhadap perilaku, kecakapan (skill) atau pelaksanaan tugas (performance) dalam hal administratif, prosedural, keuangan serta metode pengawasannya.
Salah satu titik tolak untuk melakukan upaya pengawasan preventif tersebut adalah pembenahan hukum acara, kode etik atau kode berperilaku, dan aturan teknis pelaksanaan tugas, antara lain dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dikresi yang limitatif, obyektivitas, pembatasan perilaku yang spesifik, serta partisipasi masyarakat dan ketersediaan mekanisme check and balances didalamnya. Penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi memegang peranan penting dalam rangka peningkatan peran serta masyarakat dalam pengawasan.
Ketiadaan transparansi dan akuntabilitas adalah salah satu faktor penyebab tumbuh suburnya penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran. Selain itu, korupsi terjadi karena adanya monopoli kewenangan ditambah adanya diskresi yang luas serta kurangnya akuntabilitas (termasuk transparansi). Luasnya diskresi membuka peluang untuk penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran. Hal ini jelas perlu diantisipasi dengan pengaturan yang lebih rinci, limitatif, dan memiliki tolok ukur yang obyektif untuk menilai bagaimana aparat penegak hukum dan hakim harus menjalankan tugas dan wewenangnya. Perlu dibuat suatu pembatasan atas penggunaan diskresi bagi aparat penegak hukum dan hakim.
Selain itu, untuk menutup peluang penyalahgunaan wewenang, pengaturan tentang diskresi yang teknis, baik itu standard operation procedure (SOP), buku pedoman, prosedur tetap atau istilah lainnya, penting sebagai dasar untuk menilai performance dan perilaku aparat penegak hukum dan hakim, senapas dengan diskresi yang terbatas, pembatasan perilaku yang spesifik akan sangat membantu upaya represif yaitu untuk menentukan sesuai tidaknya penggunaan wewenang atau perilaku aparat penegak hukum, hakim dan advokat dalam menjalankan tugas. Partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan dapat dilakukan dengan memperbaiki pengaturan mengenai pra peradilan yang merupakan sarana check and balances antara lain dengan pemberian standing kepada masyarakat untuk mengajukan praperadilan atas penghentian penyidik atau penuntutan.
Pendekatan detektif pada intinya diperlukan untuk memudahkan upaya memperoleh informasi yang cepat dan akurat guna menunjang pengawasan. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam hal ini misalnya pencatatan harta kekayaan dan sumber penghasilan (sebagimana yang dilakukan oleh KPKPN), penyampaian gratifikasi sebagaimana diatur dalam UU korupsi yang baru (pasal 12 UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi) dan pendapatan informasi kepegawaian yang baik.
Sedangkan pendekatan represif pada intinya merupakan langkah penegakan hukum (dalam konteks ini hukum administrasi), oleh lembaga pengawasan jika ada penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran oleh aparat penegak hukum dan hakim. Pada intinya penegakan hukum ini harus dilakukan secara non diskriminatif, transparan, akuntabel, objektif dan tegas.
Dalam pelaksanaannya, pengawasan terhadap proses peradilan sangat terkait dengan pelaksanaan beberapa prinsip dalam proses peradilan. Sehingga berbicara tentang strategi pengawasan sangat erat kaitannya dengan pelaksanaan sistem peradilan. Pelaksanaan sistem peradilan yang baik sendiri adalah terlaksananya beberapa prinsip umum sebagai minimum standar dalam penerapan sistem peradilan yang terintegrasi dengan baik. Minimum standar yang termaksud tersebut adalah :
a.Persamaan dimuka hukum (equality before the law)
b.Due Process of law
c.Sederhana dan cepat
d.Efektif dan efisien
e.Akuntable
f.Transparan
Dalam melaksanakan fungsi pengawasan dapat dilakukan dengan dua cara, pertama melalui pendekatan struktur atau kelembagaan (institusional approach), kedua pendekatan sistem (system aproach). Pada metode yang pertama, fungsi pengawasan diserahkan pada lembaga tersendiri yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan guna mengusahakan tercapainya tujuan organisasi tanpa mengalami kesulitan yang berarti, yang dalam hal ini untuk menjamin terlaksananya fungsi secara effektif harus diperhatikan kedudukan lembaga dalam struktur organisasinya.
Sedangkan pendekatan sistem sebagai salah satu metode dalam pengawasan fungsi organisasi adalah metode pengawasan berdasarkan sistem sebagai elemen utama dalam melakukan pengawasan. Sistem sendiri adalah seluruh urutan prosedural (hubungan antar sub sistem) yang dianut dalam menyelesaikan kegiatan rutin organisasi/lembaga. Sistem harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan terjadinya hal-hal yang menyimpang dan harus menjamin efisiensi kerja dalam kerangka mencapai tujuan organisasi secara optimal dan hal inilah yang dinamakan pengawasan internal. Dalam sistem pengawasan unsur manusia sangat penting karena manusialah yang menjalankan fungsi pengawasan dan yang diawasi.
Dalam rangka pelaksanaan pengawasan, seharusnya dilakukan secara terpadu, menyeluruh, terintegrasi dan tidak boleh hanya terpaku pada pembenahan sistem atau manusia semata. Kalau hanya memperhatikan satu unsur saja hampir dapat dipastikan bahwa hasil dari pengawasan yang dilakukan akan tidak optimal, sehingga tidak dapat menekan perilaku menyimpang dalam organisasi. Pengawasan dalam peradilan sendiri pada tiap sub sistem peradilan memang telah diakui ada, dimana pengawasan tersebut adalah bagian dari organisasi. Pengawasan terhadap lembaga peradilan selain memperhatikan pengawasan internal, harus juga memperhatikan mekanisme pengawasan eksternal. Dalam pengawasan eksternal terdapat peran serta masyarakat, dan dapat menjadi counter part bagi pengawasan internal.
Pembentukan tim pengawasan terpadu menjadi pilihan dalam menerapkan sistem pengawasan yang menyatukan pihak intern institusi dan eksternal institusi. Hal ini yang dinamakan dengan stake holders approach, pendekatan ini menggunakan metode multi stake holders profession dalam lembaga pengawas. Perlunya gagasan untuk menerapkan multi stake holders approach adalah adanya ketidakpercayaan apabila pengawasan hanya dilakukan pihak internal saja sehingga tidak tercipta objektifitas. Penggunaan pendekatan ini juga untuk mencapai reputasi (prestige) yang baik bagi lembaga pengawasan termaksud..
Harapannya, keberadaan sejenis lembaga pengawasan eksternal yang lain dari LSM-LSM pemantauan yang selama ini ada, nantinya dibentuk dengan undang-undang tersendiri, namun apabila memang dianggap sangat mendesak, kebutuhan akan terciptanya suatu mekanisme pengawasan melalui lembaga pengawasan tersebut bilamana perlu dapat dibentuk melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu). Lembaga pengawas eksternal ini adalah lembaga yang independen, untuk itu kedudukan lembaga tersebut tidak berada di bawah kepala lembaga internal yang ada.
Guna penciptaan lembaga pengawas yang mampu menerapkan pengawasan secara efektif dan efisien serta memiliki daya dukung yang kuat, lembaga pengawasan eksternal dimasa mendatang sekurang-kurangnya harus memiliki prinsip-prinsip kelembagaan yang berdaya guna dan berhasil guna. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah prinsip independensi, yuridikasi yang tegas dan wewenang yang memadai, kemudahan untuk diakses, efisiensi untuk operasional dan pertanggungjawaban.
Berdasarkan uraian dan paparan di atas maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, bahwa dalam rangka kesejajaran informasi hukum dan keadilan, perlu adanya peningkatan kualitas dalam mekanisme pelayanan administrasi peradilan, salah satunya adalah dengan menerapkan sistem informasi dan pelayanan hukum yang baik melalui media informasi yang ada. Hal tersebut dapat digunakan sebagai jembatan informasi antar pelaku proses peradilan, baik pelaku dalam sub sistem maupun pencari keadilan sehingga tidak terjadi kesenjangan informasi.
Bahwa mekanisme pengawasan herisontal dan vertikal antar sesama anggota dan lembaga dalam sub sistem peradilan harus dapat bekerja sama dengan baik, dalam hal ini terutama guna mengeliminasi perilaku KKN dalam peradilan. Selain itu, adanya mekanisme pengawasan publik terhadap proses peradilan, dimana publik dapat mempertanyakan keputusan institusi peradilan dalam pelaksanaan proses peradilan, yang mana hal tersebut dipandang telah menyalahi aturan atau berindikasi adanya ketidakmampuan atau ketidakmauan aparatur penegak hukum dalam menyelesaikan suatu perkara dengan baik mutlak diperlukan.
Perlunya pengadaan dan penyediaan sistem informasi administrasi peradilan berbasiskan teknologi informasi, yang dapat diakses secara mudah oleh masyarakat dari berbagai tempat. Dan terakhir perlunya pembentukan lembaga pengawasan eksternal yang bekerjasama dengan lembaga pengawasan internal, yang mempunyai fungsi dalam kerangka sistem pengawasan terpadu dan berada dalam satu frame-work, juga sebagai lembaga kontrol dan evaluasi.













BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Pelaksanaan pengawasan, seharusnya dilakukan secara terpadu, menyeluruh, terintegrasi dan tidak boleh hanya terpaku pada pembenahan sistem atau manusia semata. Kalau hanya memperhatikan satu unsur saja hampir dapat dipastikan bahwa hasil dari pengawasan yang dilakukan akan tidak optimal, sehingga tidak dapat menekan perilaku menyimpang dalam organisasi. Pengawasan dalam peradilan sendiri pada tiap sub sistem peradilan memang telah diakui ada, dimana pengawasan tersebut adalah bagian dari organisasi. Pengawasan terhadap lembaga peradilan selain memperhatikan pengawasan internal, harus juga memperhatikan mekanisme pengawasan eksternal. Dalam pengawasan eksternal terdapat peran serta masyarakat, dan dapat menjadi counter part bagi pengawasan internal.

B.     Saran
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu kami minta kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.







DAFTAR PUSTAKA




ADMINISTRASI PERADILAN SEBAGAI FUNGSI PENGAWASAN
Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Kepaniteraan

Dosen Pengampu Sumarni, M.H.I


https://scontent.fcgk1-1.fna.fbcdn.net/v/t1.0-0/p206x206/11081030_940904075949557_5209030806731052638_n.jpg?oh=62e87568327e71451d3f44624d0a5f22&oe=587AF38D


Disusun Oleh (Kelompok 4) :

1.      Adelia Divega
2.      Kotijah Suprapti







SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH (STIS)
MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU-LAMPUNG

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji  syukur  kehadirat  Allah  Subhanahu  Wata’ala, yang telah melimpahkan  rahmat dan  karunia-Nya  kepada penulis, sehingga  penulis  dapat  menyelesaikan makalah ini  tepat  pada  waktunya. Sholawat  serta  salam  tidak  lupa  kami  haturkan kepada Nabi Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wassalam. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan  terima  kasih  kepada pembimbing yang telah bersedia membimbing kami dalam penyusunan makalah ini, sehingga penyusunan makalah dengan judul ADMINISTRASI PERADILAN SEBAGAI FUNGSI PENGAWASAN’’ dapat terselesaikan tanpa ada halangan yang berarti. Penyelesaian makalah ini adalah sebagai salah satu tugas mata kuliah Kepaniteraan.
Penyusunan makalah ini berdasarkan literatur yang ada.  Penulis menyadari akan adanya kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Namun, makalah ini sedikit banyaknya bermanfaat bagi pembaca.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, dengan hati terbuka penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Wassalamualaikum Wr.Wb


 Pringsewu, 11 Februari 2019


                                                                        

                                                                                                    Kelompok 4









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ........... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ........... iii

BAB I PENDAHULUAN                                       
A.Latar Belakang .............................................................................................. ........... 1
B.Rumusan Masalah .......................................................................................... ........... 1
C.Tujuan Penulisan............................................................................................. ........... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Administrasi Peradilan................................................................. ........... 2
B. Fungsi Lembaga Peradilan ............................................................................ ........... 2
C. Administrasi Peradilan Sebagai Fungsi Pengawasan..................................... ........... 3

BAB III PENUTUP
A,Kesimpulan..................................................................................................... ........... 12
B. Saran............................................................................................................... ........... 12

DAFTAR PUSTAKA



0 Response to "ADMINISTRASI PERADILAN SEBAGAI FUNGSI PENGAWASAN"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel