BAITUL MAL WA TAMWIL (BMT) DI INDONESIA
Thursday, February 7, 2019
Add Comment
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dikaitkan dengan konsep Mubyarto diatas, yang diistilahkan
dengan ekonomi kerakyatan sangat tepat untuk menyongsong era globalisasi. Umat
Islam sebagai komponen terbesar bangsa Indonesia mau tidak mau harus berkiprah
dalam kancah pemberdayaan dan peningkatan ekonomi kerakyatan, terutama kalangan
ekonomi lemah.Oleh karena itu kehadiran BMT ditengah-tengah masyarakat ekonomi
lemah, pada dasarnya merupakan jawaban atas belum terjamahnya dan terjangkaunya
lapisan ekonomi lemah oleh lembaga lembaga keuangan perbankan umum. Pertanyaan
itu didasarkan pada daerah operasi BMT yang memfokuskan target pasarnya pada
bisnis skala kecil yang kurang terjangkau oleh perbankan pada umumnya.
Berbagai fenomena yang terjadi dari dampak krisis ekonomi, atau
lemahnya taraf hidup “wong cilik” yang jauh dari pemenuhan kebutuhan
yang layak,mendorong munculnya sebuah lembaga keuangan syariah alternatif.Yakni
sebuah lembaga yang tidak saja berorientasi bisnis tetapi juga sosial. Lembaga
ini tidak melakukan pemusatan kekayaan pada sebagaian kecil pemilik modal
(pendiri) dengan penghisapan pada mayoritas orang, akantetapi lembaga yang
kekayaannya terdistribusi secara merata dan adil. Lembaga ini terlahir dari
kesadaran umat yang ditakdirkan untuk menolong kaum mayoritas, yakni pengusaha
kecil/mikro.Selain itu, lembaga ini juga tidak terjebak pada permainan bisnis
untuk keuntungan pribadi, tetapi membangun kebersamaan untuk mencapai
kemakmuran bersama.Tidak terjebak pada pikiran pragmatis tetapi memiliki konsep
idealis yang istiqomah. Lembaga tersebut adalah Baitul Maal
Wa Tamwil(BMT).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana BMT
melaksanakan peran pentingnya nya dalam kesejahteraan masyarakat ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
BMT adalah kependekan kata Balai Usaha Mandiri Terpadu atau
Baitul Mal wa Tamwil, yaitu lembaga keuangan mikro (LKM) yang beroperasi
berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. BMT sesuai namanya terdiri dari dua
fungsi utama, yaitu ;
1. Baitul Tamwil (Rumah pengembangan
harta), melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi
dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara
lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi.
2. Baitul mal (Rumah
Harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah serta mengoptimalkan
distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
Baitul mal wat tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu
yang isinya berintikan bayt al-mal wa al-tamwil dengan
kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan
kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil dengan antara lain
mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.
selain itu, Baitul mal wat tamwil juga bisa menerima titipan zakat, infak dan
sedekah serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya.
Dengan demikian keberadaan BMT dapat dipandang memiliki dua
fungsi utama, yaitu sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah seperti
zakat, Infak, sedekah dan wakaf, serta dapat pula berfungsi sebagai institusi
yang bergerak dibidang investasi yang bersifat produktif sebagaimana layaknya
bank. pada fungsi kedua ini dapat dipahami bahwa selain berfungsi sebagai
lembaga keuangan BMT juga berfungsi sebagai lembaga ekonomi. sebagai lembaga
keuangan BMT bertugas menghimpun dana dari masyarakat (Anggota BMT) yang
memercayakan dananya disimpan di BMT dan menyalurkan dana kepada masyarakat
(Anggota BMT) yang diberikan pinjaman oleh BMT sedangkan sebagai lembaga
ekonomi, BMT Berhak melakukan kegiatan ekonomi, seperti mengelola kegiatan
kegiatan perdagangan, industry dan pertanian.
Secara umum profil BMT
dapat dirangkum dalam butir-butir berikut ini :
1. Tujuan BMT yaitu
meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya.
2. Sifat BMT yaitu
memiliki usaha bisnis yang bersifat mandiri, ditumbuhkembangkan dengan swadaya
dan dikelola secara professional serta berorientasi pada kesejahteraan anggota
dan masyarakat lingkungannya.
3. Visi BMT yaitu menjadi
lembaga keuanga yang mandiri, sehat dan kuat, yang kualitas ibadah anggotanya
meningkat sedemikian rupa sehingga mampu berperan menjadi
wakil pengabdi Allah memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya
dan umat manusia pada umumnya.
4. Misi BMT yaitu
mewujudkan gerakan pembebasan anggota dan masyarakat dari belenggu rentenir,
jerat kemiskinan dan ekonomi ribawi, gerakan pemberdayaan meningkatkan
kapasitas dalam kegiatan ekonomi riil dan kelembagaanya menuju tatanan
perekonomian yang makmur dan maju dan gerakan keadilan membangun struktur
masyarakat madani yang adil dan berkemakmuran berkemajuan, serta makmur maju
berkeadilan berlandaskan syari’ah dan rida Allah SWT.
5. Fungsi BMT yaitu :
a. mengidentifikasi,
memobilisasi, mengorganisir, mendorong dan mengembangkan potensi serta
kemampuan ekonomi anggota, kelompok usaha anggota mu’amalat (pokusma) dan
kerjanya.
b. mempertinggi kualitas
SDM anggota dan pokusma menjadi lebih professional dan islami sehingga semakin
utuh dan tangguh menghadapi tantangan global
c. menggalang dan
mengorganisir potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
anggota
6. Prinsip-prinsip utama
BMT, yaitu ;
a. keimanan dan ketakwaan
pada Allah SWT dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip syari’ah dan muamalah
islam kedalam kehidupan nyata.
b. keterpaduan dimana
nilai-nilai spiritual berfungsi mengarahkan dan menggerakkan etika dan moral
yang dinamis, proaktif , adil dan berakhlaq mulia.
c. kekeluargaan
d. kebersamaan
e. kemandirian
f. profesionalisme
g. istikamah.
7. Ciri-ciri umum BMT ,
yaitu :
a. Berorientai bisnis,
mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling banyak untuk
anggota dan lingkungannya.
b. Ditumbuhkan dari bawah
berlandaskan peran serta masyarakat disekitarnya.
c. Milik bersama
masyarakat kecil dan bawah dari lingkungan BMT itu sendiri, bukan milik orang
seorang atau orang dari luar masyarakat itu. [1]
d. Bukan lembaga sosial
tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan penggunaan zakat, infak,
sedekah, wakaf dan dana-dana sosial lainnya bagi kesejahteraan orang banyak
serta dapat menyelenggarakan kegiatan pendidikan untuk memberdayakan anggotanya
dalam rangka menunjang kegiatan ekonomi.
B. Sejarah
Sejarah berdirinya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
di Indonesia pada tahun 1990 mulai ada prakasa mengenai bank syariah, yang
diawali dengan Loka karya Bunga Bank dan Perbankan yang diselenggarakan pada
tanggal 18-20 Agustus 1990 oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hasil lokakarya
tersebut dilanjutkan dan dibahas dalam Musyarawah Nasional IV (MUNAS IV) MUI
tanggal 22-25 Agustus 1990 di Hotel Sahid Jaya Jakarta.Hasil MUNAS membentuk
Tim Perbankan MUI yang bertugas mensosialisasikan rencana pendirian bank
syariah di Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 1 November 1991, tim berhasil
mendirikan Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang mulai beroperasi sejak September
1992. Pada awalnya kehadiran BMI belum mendapat perhatian baik dari pemerintah
maupun industri perbankan. Namun dalam perkembangannya, ketika BMI dapat tetap
aksis ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997, telah mengilhami pemerintah
untuk memberikan perhatian dan mengatur secara luas dalam Undang-undang, serta
memacu segera berdirinya bank-bank syariah lain baik bentuk Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) maupun Widows Syariah untuk bank umum.
Kehadiran BMI ini pada awalnya diharapkan mampu untuk membangun
kembali sistem keuangan yang dapat menyentuh kalangan bawah. Akan tetapi pada
prakteknya terhambat, karena BMI sebagai bank umum terikat dengan prosedur
perbankan yang telah dibakukan oleh Undang- Undang.Sehingga akhirnya
dibentuklah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang diharapkan dapat
memberikan pelayanan yang lebih luas kepada masyarakat bawah.Namun realitasnya,
sistem bisnis BPRS terjebak pada pemusatan kekayaan hanya pada segelitir orang,
yakni para pemilik modal.Sehingga komitmen untuk membantu derajat kehidupan
masyarakat bawah mendapat kendala baik dari sisi hukum maupun teknis. Dari segi
hukum, prosedur peminjaman bank umum dan bank BPRS sama, begitu juga dari sisi
teknis.
Dari persoalan diatas, mendorong munculnya lembaga keuangan
syariah alternatif.Yakni sebuah lembaga yang tidak saja berorientasi bisnis
tetapi juga sosial.Lembaga ini tidak melakukan pemusatan kekayaan pada
sebagaian kecil pemilik modal (pendiri) dengan penghisapan pada mayoritas
orang, tetapi lembaga yang kekayaannya terdistribusi secara merata dan adil.
Lembaga ini terlahir dari kesadaran umat dan ditakdirkan untuk menolong kaum
mayoritas, yakni pengusaha kecil/mikro.Lembaga ini tidak terjebak pada
permainan bisnis untuk keuntungan pribadi, tetapi membangun kebersamaan untuk
mencapai kemakmuran bersama.Disamping itu, lembaga ini tidak terjebak pada
pikiran pragmatis tetapi memiliki konsep idealis yang istiqomah. Lembaga
tersebut adalah Baitul Mal Wa Tamwil (BMT).[3]
C. Peran penting BMT
Hal ini selaras dengan acuan direktorat jendral pembangunan
daerah DEPDAGRI tentang program pemberdayaan ekonomi masyarakat dalma rangka
pembangunan daerah, menjelaskan bahwa BMT bisa berperan sebagai organisasi
ekonomi yang mampu berperan mengentaskan kemiskinan karena :
1. BMT dikelola secara
professional sebagai organisasi ekonomi
2. pengeola dan
pengurusnya dilatih dan dikembangkan secara sistematis
3. perkembangannya
dipantau dan diarahkan secara jelas dan terencana
4. BMT ikut serta dalam
jaringan nasional dan internasional sehingga terlibat dalam arus utama
pembangunan
5. BMT memberikan
pembiayaan dan membina uaha kecil dan kecil ke bawah bahkan pengusaha pemula
agar mampu mengatasi masalah ekonomi yang mereka hadapi
6. BMT membina
anggotanaya secara sistematis dan terencana agar mampu memanfaatkan pengahsilan
menuju peningkatan kesejahteraan
7. BMT berada dan
dimiliki oleh masyarakat sehingga bisa berkesinambungan dan mandiri.
Selanjutnya dalam acuan tersebut juga dijelskan bahwa BMT bisa
berperan dalam program pengentasan kemiskinan karena :
1. BMT berada dalam
masyarakat dan dekat dengan masyarakat sehingga pengelola dan pengurus BMT bisa
mengindentifikasi anggota masyarakat yang masih miskin secara tepat dan benar.
2. pengelola dan pengurus
BMT mampu melihat peluang dan kesempatan usaha yang ada, sehingga bisa
mengarahkan anggota yang membutuhkan pengembangan usaha agar mampu meningkatkan
pendapatannya.
3. BMT mampu
mengorganisir masyarakat yang membutuhkan pembinaan sebagai keolompok khusus
dalam jajaran anggotanya.
4. BMT mengelola dana
yang ditujukan kepada masyarakat miskin secara professional sehingga bisa
dipertanggungjawabkan.
C. Prosedur Pendirian
Sebelum masuk pada langkah-langkah pendiri BMT, ada beberapa hal
yang perlu untuk diperhatikan yaitu mengenai lokasi atau tempat usaha BMT. Sebaiknya
berlokasi ditempat kegiatan-kegiatan ekonomi para anggotanya berlangsung, baik
anggota penyimpan dana maupun pengembang usaha atau pengguna dana. selain itu,
BMT dalam operasionalnya bisa menggunakan masjid atau secretariat pesantren
sebagai basis kegiatan.
Untuk mendirikan BMT
terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui :
1. Perlu ada pemrakarsa,
motivator yang telah mengetahui BMT. pemrakarsa mencoba meluaskan jaringan para
sahabat dengan menjelaskan tentang BMT dan peranannya dalam mengangkat harkat
dan martabat rakyat. jika dukungan cukup ada, maka perlu berkonsultasi dengan
tokoh-tokoh masyarakat setempat yang berpengaruh, baik yang formal maupun yang
informal.
2. Diantara oemrakarsa
membentuk panitia penyiapan pendirian BMT dilokasi jamaah masjid, pesantren,
desa miskin, kelurahan, kecamatan atau yang lainnya. Jika dalam satu kecamatan
terdapat beberapa P3B, maka P3B kecamatan menjadi coordinator P3B yang ada.
3. P3B mencari modal awal
atau modal perangsang sebesar Rp. 10.000.000,- sampai dengan Rp. 30.000.000,-
agar BMT memula operasi dengan syarat modal itu. modal awal ini dapat berasal
dari perorangan, lembaga, yayasan, BAZIS, pemda dan sumber lainnya.
4. P3B bisa juga mencari
modal-modal pendiri (Simpanan pokok Khusus/ SPK semacam saham) dari sekitar
20-40 orang dikawasan tersebut untuk mendapatkan dana urunan. untuk kawasan
perkotaan mencapai jumlah Rp. 20 sampai Rp. 35 Juta. sedangkan untuk kawasan
pedesaan SPK antara 10-20 juta. masing-masing para pendiri perlu membuat
komitmen tentang peranan masing-masing.
5. jika calon
pemodal-pemodal pendiri telah ada, maka dipilih pengurus yang ramping (3 orang
maksimal 5 orang) yang akan mewakili pendiri dalam mengarahkan kebijakan BMT.
pengurus mewakili para pemilik modal BMT.
6. P3B atau pengurus jika
telah ada mencari dan memilih calon pengelola BMT.
7. Mempersiapkan
legalitas hukum untuk usaha sebagai ;
a. KSM atau LKM dengan
mengirim surat ke PINBUK
b. Koperasi simpan pinjam
(KSP) syari’ah atau Koperasi serba Usaha (KSU) unit syari’ah dengan menghubungi
kepala kantor atau dinas atau badan koperasi dan pembinaan pengusaha kecil di
ibu kota kabupaten atau kota.
8. Melatih calon
pengelola sebaiknya juga diikuti oleh satu orang pengurus dengan menghubungi
kantor PINBUK terdekat.
9. Melaksanakan
persiapan-persiapan sarana kantor dan berkas administrasi yang
diperlukan
D. Kegiatan usaha BMT
Dalam operasionalnya, BMT dapat menjalankan berbagai jenis kegiatan
usaha, baik yang berhubungan dengan keuangan maupun non keuangan. adapun
jenis-jenis usaha BMT yang berhubungan dengan keuangan dapat berupa
:
1. Setelah mendapatkan
modal awal berupa simpanan pokok khusus, simpanan pokok dan simpanan wajib sebagai
modal dasar BMT, selanjutnya BMT memobolisasi dana dengan mengembangkannya
dalam aneka simpanan sukarela dengan berasaskan akad Mudarabah dari anggota
berbentuk ;
a. Simpanan biasa
b. Simpanan pendidikan
c. Simpanan haji
d. Simpanan umrah
e. Simpanan qurban
f. simpanan idul fitri
g. simpanan walimah
h. Simpanan akikah
i. Simpanan perumahan (
pembangunan dan perbaikan)
j. Simpanan kunjungan
wisata
k. Simpanan Mudarabah
berjangka
Dengan akad Wadi’ah, diantaranya :
a. Simpanan yad
al-amanah, titipan dana zakat, infak dan sedekah untuk disampaikan kepada yang
berhak.
b. Simpanan yad damanah ,
giro yang sewaktu-waktu dapat diambil oleh penyimpan
2. Kegiatan pembiayaan
atau kredit usaha kecil bawah (Mikro) dan kecil antara lain dapat berbentuk ;
a. pembiayaan mudarabah,
yaitu pembiayaan total dengan menggunakan mekanisme bagi hasil
b. pembiayaan musyarakah,
yaitu pembiayaan bersama dengan menggunakan mekanisme bagi hasil
c. pembiayaan murabahah,
yaitu pemilikan suatu barang tertentu yang dibayar saat jatuh tempo.
d. pembiayaan bay’ bi
saman ajil, yaitu pemilikan suatu barang tertentu dengan mekanisme pembayaran
cicilan.
e. pembiayaan qard
al-hasan, yaitu pinjaman tanpa adanya tambahan pengembalian kecuali sebatas
biaya administrasi.[6]
Berdasarkan fungsi dan jenis dana yang
dikelola oleh BMT, maka terdapat dua tugas penting BMT, yakni terkait dengan
pengumpulan dan penggunaan dana.
1. Pengumpulan Dana BMT
Pengumpulan dana BMT dilakukan melalui bentuk
simpanan tabungan dan deposito. Adapun akad yang mendasari berlakunya simpanan
terikat atas jangka waktu dan syarat-syarat tertentu dalam penyertaan dan
penarikannya, yakni:
a. Simpanan Wadhi’ah
b. Simpanan Mudharabah
Sumber dana BMT antara lain berasal dari dana
masyarakat, simpanan biasa, simpanan berjangka atau deposito, serta melalui
kerja sama antar institusi.
2. Penyaluran Dana BMT
Dana yang dikumpulkan dari anggota harus disalurkan
dalam bentuk pinjaman kepada anggotanya. Terdapat berbagai jenis pembiayaan
yang dikembangkan oleh BMT, yang semuanya itu mengacu pada dua jenis akad,
yakni: akad tijarah dan akad syirkah. Penggalangan dana BMT disalurkan untuk
sektor perdagangan, industry rumah tangga, pertanian, peternakan, perikanan,
konveksi, kontruksi, percetakan, dan jasa. Sedangkan pola angsuran dapat
berdasarkan pada angsuran harian, mingguan, dua mingguan, bulanan, serta pada
saat jatuh tempo.
3. Modal Pendirian BMT
BMT didirikan dengan modal awal sebesar Rp
20.000.000,- atau lebih. Namun demikian, jika terdapat kesulitan dalam
mengumpulkan modal awal, dapat dimulai dengan modal Rp 10.000.000,- bahkan Rp
5.000.000,-. Modal awal ini berasal dari satu atau beberapa tokoh masyarakat
setempat, yayasan, kas masjid atau BAZIS setempat. Namun sejak awal anggota
pendiri BMT harus terdiri antara 20 sampai 44 orang. Jumlah batasan 20 sampai
44 anggota pendiri, ini diperlukan agar BMT menjadi milik masyarakat setempat.
4. Badan Hukum BMT
BMT dapat didirikan dalam bentuk kelompok swadaya masyarakat
atau koperasi.
a. KSM adalah kelompok
swadaya masyarakat dengan mendapat surat keterangan operasional dan PINBUK
(Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil).
b. Koperasi Serba Usaha
atau Koperasi Syariah.
c. Koperasi Simpan Pinjam
Syariah (KSP-S).
E. Strategi Pengembangan
BMT
Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam menghadapi
problematika ekonomi yang ada di BMT saat ini, diantaranya:
1. Optimalisasi SDM yang
ada di BMT
2. Strategi pemasaran
yang lebih meluas
3. Inovasi produk sesuai
dengan kebutuhan masayarakat
4. Fungsi partner BMT
perlu digalakkan, bukannya menjadi lawan
F. Prinsip-prinsip dalam
BMT
Dalam kegiatan operasionalnya, BMT menggunakan prinsip bagi
hasil, sistem balas jasa, sistem profit, akad bersyarikat, dan produk
pembiayaan. Masing-masing akan diuraikan sebagai berikut:
1. Prinsip Bagi Hasil
Prinsip ini maksudnya, ada pembagian hasil
dari pemberi pinjaman dengan BMT, yakni dengan konsep Al-Mudharabah,
Al-Musyarakah, Al-Muzara’ah, dan Al-Musaqah.
2. Sistem Balas Jasa
Sistem ini merupakan suatu tata cara jual beli
yang dalam pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen yang diberi kuasa
melakukan pembeli barang atas nama BMT, dan kemudian bertindak sebagai penjual,
dengan menjual barang yang telah dibelinya dengan ditambah markup. Sistem balas
jasa yang dipakai antara lain berprinsip pada Ba’Al-Murabahah, Ba’As-Salam, Ba’Al-Istishna,
dan Ba’bitstaman Ajil.
3. Sistem profit
Sistem yang sering disebut sebagai pembiayaan kebajikan ini
merupakan pelayanan yang bersifat sosial dan nonkomersial. Nasabah cukup
mengembalikan pokok pinjamannya saja.
4. Akad Bersyarikat
Akad bersyarikat adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih
dan masing-masing pihak mengikutsertakan modal (dalam berbagai bentuk) dengan
perjanjian asing pembagian keuntungan/kerugian yang disepakati. Konsep yang
digunakan yaitu Al-musyarakah dan Al-Mudharabah.
5. Produk Pembiayaan
Penyediaan uang dan tagihan berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam diantara BMT dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi hutangnya beserta bagi hasil setelah jangka waktu
tertentu. Pembiayaan tersebut yakni: Pembiayaan al-Murabahah (MBA), Pembiayaan
al-Bai’ Bitsaman Aji (BBA), pembiayaan al-Mudharabah (MDA), dan pembiayaan
al-Musyarakah (MSA).[8]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
BMT berperan sebagai organisasi ekonomi yang
mampu berperan mengentaskan kemiskinan karena :
1. BMT dikelola secara
professional sebagai organisasi ekonomi
2. pengeola dan
pengurusnya dilatih dan dikembangkan secara sistematis
3. perkembangannya
dipantau dan diarahkan secara jelas dan terencana
4. BMT ikut serta dalam
jaringan nasional dan internasional sehingga terlibat dalam arus utama
pembangunan
5. BMT memberikan
pembiayaan dan membina uaha kecil dan kecil ke bawah bahkan pengusaha pemula
agar mampu mengatasi masalah ekonomi yang mereka hadapi
6. BMT membina
anggotanaya secara sistematis dan terencana agar mampu memanfaatkan pengahsilan
menuju peningkatan kesejahteraan
7. BMT berada dan
dimiliki oleh masyarakat sehingga bisa berkesinambungan dan mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Buchari Alma dan Doni Juni Priansa. 2009. Manajemen
Bisnis Syariah.Bandung:Alfabeta.
Soemitra, Andri. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan
Syari’ah. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Supadie, Didiek Ahmad. 2013. Sistem Lembaga Keuangan
Ekonomi Syariah Dalam Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Semarang: Pustaka
Rizki Putra.
Yusuf, Sri Dewi. Peran Strategis Baitul Maal Wa-Tamwil (Bmt)
Dalam Peningkatan Ekonomi Rakyat. Jurnal Al‐Mizan. Volume. 10
Nomor 1. Juni 2014.
[1] Andri Soemitra, 2014, Bank dan
Lembaga Keuangan Syari’ah, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, hlm.,
451-46.
[2]
Didiek Ahmad Supadie, 2013Sistem Lembaga Keuangan
Ekonomi Syariah Dalam Pemberdayaan Ekonomi Rakyat , Pustaka Rizki
Putra, Semarang:, hlm., 25-26.
PENINGKATAN EKONOMI RAKYAT, Jurnal Al‐Mizan, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
[4]
Didiek Ahmad Supadie, Opcit, hlm.,
31-32.
[5]
Andri
Soemitra , Opcit, hm., 456-460
[6]
.Andri Soemitra , Opcit , hlm., 461-465.
[7]
Buchari Alma dan Doni Juni Priansa,
2009, Manajemen Bisnis Syariah, Alfabeta:Bandung, hlm. 19-23.
[8]
Buchari Alma dan Doni Juni
Priansa, Ibid , hlm., 18-19.
0 Response to "BAITUL MAL WA TAMWIL (BMT) DI INDONESIA"
Post a Comment